Senin, 13 Mei 2013

Tulisan 9


Cinta dan Perkawinan

A.   Bagaimana memilih pasangan
Menikah mengandung tanggung jawab yang besar. Oleh karena itu, memilih pasangan hidup juga merupakan hal yang harus benar-benar diperhatikan. Rasulullah SAW telah memberikan teladan dan petunjuk tentang cara memilih pasangan hidup yang tepat dan islami.


Beberapa kriteria memilih calon istri
ü  Beragama islam (muslimah).
Ini adalah syarat yang utama dan pertama, memiliki akhlak yang baik. Wanita yang berakhlak baik insya Allah akan mampu menjadi ibu dan istri yang baik.
ü  Memiliki dasar pendidikan Islam yang  baik.
Wanita yang memiliki dasar pendidikan Islam yang baik akan selalu berusaha untuk menjadi wanita sholihah yang akan selalu dijaga oleh Allah SWT. Wanita sholihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia.
ü  Memiliki sifat penyayang.
Wanita yang penuh rasa cinta akan memiliki banyak sifat kebaikan, sehat secara fisik. Wanita yang sehat akan mampu memikul beban rumah tangga dan menjalankan kewajiban sebagai istri dan ibu yang baik.
ü  Dianjurkan memiliki kemampuan melahirkan anak.
Anak adalah generasi penerus yang penting bagi masa depan umat. Oleh karena itulah, Rasulullah SAW menganjurkan agar memilih wanita yang mampu melahirkan banyak anak. Sebaiknya memilih calon istri yang masih gadis terutama bagi pemuda yang belum pernah menikah. Hal ini dimaksudkan untuk memelihara keluarga yang baru terbentuk dari permasalahan lain.

Beberapa kriteria memilih calon suami
ü  Beragama Islam (muslim).
Suami adalah pembimbing istri dan keluarga untuk dapat selamat di dunia dan akhirat, sehingga syarat ini mutlak diharuskan.
ü  Memiliki akhlak yang baik.
Laki-laki yang berakhlak baik akan mampu membimbing keluarganya ke jalan yang diridhoi Allah SWT.
ü  Sholih dan taat beribadah.
Seorang suami adalah teladan dalam keluarga, sehingga tindak tanduknya akan ‘menular’ pada istri dan anak-anaknya.
ü  Memiliki ilmu agama Islam yang baik.
Seorang suami yang memiliki ilmu Islam yang baik akan menyadari tanggung jawabnya pada keluarga, mengetahui cara memperlakukan istri, mendidik anak, menegakkan kemuliaan, dan menjamin kebutuhan-kebutuhan rumah tangga secara halal dan baik.

B.   Seluk beluk hubungan dalam perkawinan

Dawn J. Lipthrott, LCSW, seorang psikoterapis dan juga marriage and relationship educator and coach, dia mengatakan bahwa ada lima tahap perkembangan dalam kehidupan perkawinan. Hubungan dalam pernikahan bisa berkembang dalam tahapan yang bisa diduga sebelumnya. Namun perubahan dari satu tahap ke tahap berikut memang tidak terjadi secara mencolok dan tak memiliki patokan batas waktu yang pasti.  Bisa jadi antara pasangan suami-istri, yang satu dengan yang lain, memiliki waktu berbeda saat menghadapi dan melalui tahapannya. Namun anda dan pasangan dapat saling merasakannya.

Tahap pertama : Romantic Love. Saat ini adalah saat Anda dan pasangan merasakan gelora cinta yang menggebu-gebu. Ini terjadi di saat bulan madu pernikahan. Anda dan pasangan pada tahap ini selalu melakukan kegiatan bersama-sama dalam situasi romantis dan penuh cinta.

Tahap kedua : Dissapointment or Distress. Masih menurut Dawn, di tahap ini pasangan suami istri kerap saling menyalahkan, memiliki rasa marah dan kecewa pada pasangan, berusaha menang atau lebih benar dari pasangannya. Terkadang salah satu dari pasangan yang mengalami hal ini berusaha untuk mengalihkan perasaan stres yang memuncak dengan menjalin hubungan dengan orang lain, mencurahkan perhatian ke pekerjaan, anak atau hal lain sepanjang sesuai dengan minat dan kebutuhan masing-masing. Menurut Dawn tahapan ini bisa membawa pasangan suami-istri ke situasi yang tak tertahankan lagi terhadap hubungan dengan pasangannya.  Banyak pasangan di tahap ini memilih berpisah dengan pasangannya

Tahap ketiga : Knowledge and Awareness. Dawn mengungkapkan bahwa pasangan suami istri yang sampai pada tahap ini akan lebih memahami bagaimana posisi dan diri pasangannya. Pasangan ini juga sibuk  menggali informasi tentang bagaimana kebahagiaan pernikahan itu terjadi. Menurut Dawn juga, pasangan yang sampai di tahap ini biasanya senang untuk meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah tangga kepada pasangan lain yang lebih tua atau mengikuti seminar-seminar dan konsultasi perkawinan.

Tahap keempat: Transformation. Suami istri di tahap ini akan mencoba tingkah laku  yang berkenan di hati pasangannya. Anda akan membuktikan untuk menjadi pasangan yang tepat bagi pasangan Anda. Dalam tahap ini sudah berkembang sebuah pemahaman yang menyeluruh antara Anda dan pasangan dalam mensikapi perbedaan yang terjadi. Saat itu, Anda dan pasangan akan saling menunjukkan penghargaan, empati dan ketulusan untuk mengembangkan kehidupan perkawinan yang nyaman dan tentram.

Tahap kelima:  Real Love. “Anda berdua akan kembali dipenuhi dengan keceriaan, kemesraan, keintiman, kebahagiaan, dan kebersamaan dengan pasangan,” ujar Dawn.  Psikoterapis ini menjelaskan pula bahwa waktu yang dimiliki oleh pasangan suami istri seolah digunakan untuk saling memberikan perhatian satu sama lain. Suami dan istri semakin menghayati cinta kasih pasangannya sebagai realitas yang menetap. “Real love sangatlah mungkin untuk Anda dan pasangan jika Anda berdua memiliki keinginan untuk mewujudkannya. Real love tidak bisa terjadi dengan sendirinya tanpa adanya usaha Anda berdua,” ingat Dawn.


C.   Penyesuaian dan pertumbuhan dalam perkawinan
Penyesuaian dalam pernikahan pada dasarnya adalah hal yang berjalan sepanjang waktu, sepanjang pernikahan itu bahkan hingga salah satu dari pasangan meninggal dunia penyesuain tetap menjadi kebutuhan dan keharusan. Di awal perkenalan sebelum menikah, keduanya masih saling berkenalan luarnya saja, hanya mengenal kepribadian calon pasangannya secara umum saja. Oleh karenanya, di awal pernikahan pun pasangan masih perlu penyesuaian dan pengenalan yang lebih mendalam lagi antara satu sama lain, begitu seterusnya, penyesuaian pun perlu terus dilakukan dalam pernikahan ketika istri hamil, anak pertama lahir, dst.

Penyesuaian dengan pasangan juga butuh kesabaran dan kemauan untuk saling menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tidak semua kebiasaan dan sifat-sifat pasangan akan sejalan dan sesuai dengan diri. Oleh karenanya perlu memahami tentang kebiasaan pasangan, sifat dan karakternya, hal-hal yang ia sukai dan ia tidak sukai, dsb. Perbedaan diantara pasangan suami istri adalah suatu hal yang wajar, dan karena perbedaan itulah Allah mempertemukan dan menyatukannya agar satu sama lain bisa saling melengkapi. Ya, agar bisa saling melengkapi bukan untuk saling menyalahkan. Suami dengan kelebihannya mampu membimbing dan menutupi kekurangan istri, begitu sebaliknya istri mampu pula dengan kelebihannya menutupi kekurangan yang ada pada diri suami. Dengan  adanya saling pengertian satu sama lainnya ini, maka keharmonisan dalam rumah tangga akan selalu menghiasi.
Perbedaan bukanlah sesuatu yang harus disamakan ataupun dimusnahkan. Perbedaan adalah warna yang bisa menghiasi dan menceriakan segalanya. Bila kita mampu menikmati, menerima dan mensyukuri setiap perbedaan yang ada, maka semua akan terasa lebih indah, bahkan terkadang bisa menjadi buah canda diantara pasangan. Sebaliknya bila perbedaan selalu dijadikan ancaman maka tak dapat dipungkiri pertengkaran dan ketidakcocokan akan selalu hadir.
Kebahagiaan dalam pernikahan kuncinya terletak di hati, dan berada pada diri masing-masing pasangan. Bila hati keduanya selalu menyatu untuk membahagiakan rumah tangganya, maka keduanya juga akan saling merasakannya. Karena hati itu bergetar. Maka ketika dua hati menyatu dan seirama, ia akan saling beresonansi, dan saling menggetarkan satu sama lainnya. Bila getaran yang disampaikan adalah getaran hati yang bahagia maka juga akan dirasakan oleh yang lainnya, namun bila getaran yang disampaikan sedih, kecewa dan buruk sangka maka getaran yang disampaikan juga akan terasa negatif. Sehingga tak heran, bila kita terkadang mampu merasakan apa yang dirasakan oleh pasangan kita bila kita benar-benar menghidupkan hati.


D.   Perceraian dan pernikahan kembali
Perceraian merupakan hal yang tidak ingin dialami oleh orang-orang yang telah menjalin pernikahan, namun apabila sudah ada unsure kekerasan atau perselingkuhan, apa yang harus dilakukan, perceraianlah yang akan menjadi pilihan. Perceraian bukan mlagi menjadi hal yang tabu, namun telah banyak kasus-kasus perceraian yang terjadidi Indonesia, bahkan mungkin tidak hanya di Indonesia, lalu bagaimana dengan anak-anak dari orang tua yang mengalami perceraian, tentang hakasuh dan pembagian harta, itu akan menjadi urusan hukan dan agama yang ditetapkan.


Ø Perceraian Menurut Hukum Islam
Perceraian menurut ketentuan Hukum Islam secara umum cukup banyak tertuang dalam Kitab-kitab tradisional dan buku-buku yang membahas Hukum Islam. Perceraian jika diterjemahkan kedalam bahasa Arab disebut “Al-Firqoh jamaknya Al-Firoq”.
Al-Firqoh secara bahasa berarti “Al-iftiroq yaitu pemisahan atau perpecahan yang jamaknya “Firoq” dan menurut istilah Al-Firoq adalah pelepasan tali perkawinan dan pemutusan hubungan antara suami isteri dengan adanya sebab dari beberapa sebab. (H.A. Nawawi Rambe, Jakarta 1994)
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa perceraian tidak hanya dilakukan atas keinginan seorang suami namun juga dapat terjadi atas keinginan isterinya hanya perceraian itu terjadi harus didasari oleh adanya sebab atau alasan yang dibenarkan oleh hukum. Seorang suami atau seorang isteri tidak begitu saja melakukan perceraian sebab bagaimanapun perceraian pada dasarnya menurut ketentuan hukum Islam tetap terlarang terkecuali didukung oleh alasan.
Sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah, dari Ibnu Umar, Nabi SAW bersabda yang artinya : “Thalak adalah perbuatan halal yang dibenci oleh Allah”) 
Dalam hadist lain Riwayat Ashabus-Sunnah yang dihasankan oleh Turmudzi yang artinya: “Dari Tsauban, bahwa rasulullah SAW bersabda: “Siapapun perempuan yang minta cerai kepada suaminya tanpa suatu sebab, maka haram baginya bau syorga”. (Hadist Turmuzi)
Dari hadist-hadist tersebut diatas,  maka para ahli fiqih berselisih pendapat tentang hukum perceraian tersebut, namun pendapat yang paling banyak dan dianggap paling benar adalah bahwa perceraian itu hukumnya terlarang kecuali karena alasan yang benar.
Pengertian bahwa perceraian itu adalah pelepasan tali perkawinan baik atas kehendak suami atau kehendak isteri dapat dilihat dari isyarat Al-Qur’an dalam surat Al-Baqoroh ayat 229 yang artinya: ”Thalak (yang dapat dirujuk) itu dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikannya dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali jika keduanya hawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu hawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah Hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka ialah orang-orang yang zalim”.
Pengertian bahwa seorang isteri dapat menebus dirinya dipahami bahwa seorang isteri dapat memohonkan perceraian dengan cara mengeluarkan bayaran kepada suaminya agar suaminya dapat menceraikan dirinya, yang dalam bahasa Fiqih disebut “Khulu”.

Ø Menikah kembali setelah bercerai
Setelah bercerai dapat menjadi hal yang membingungkan untuk mengambil keputusan, apakah orang tersebut mau untuk membuka hati dan menikah kembali, sebagian orang takut setelah bercerai untuk melakukan pernikahan kembali, hal tersebut karena pengalaman traumatis yang dialaminya, kebanyakan orang takut bila mengalami hal yang sama, oleh karena itu mereka lebih berhati-hati agartidak menjatuhkan kepada pilihan yang salah.
Hukum Islam mengatur kembalinya hubungan suami istri yang telah bercerai berdasar putusan Peradilan Agama yang berkekuatan hukum tetap hanya dapat dilakukan dengan cara rujuk dan nikah baru, oleh karena itu putusan perceraian yang telah berkekuatan hukum tetap tidak dapat dibatalkan melalui upaya hukum Peninjauan Kembali;
Upaya hukum Peninjauan Kembali dalam perkara perceraian tidak boleh dilakukan karena bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bertentangan dengan Hukum Islam, bertentangan dengan Hak Asasi Manusia dan hanya menciptakan pemborosan waktu dan ekonomi.
 Upaya hukum peninjauan kembali dalam bidang khusus perceraian tidak eksis karena bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku sedangkan pada perkara-perkara yang merupakan akibat adanya suatu perceraian, upaya hukum Peninjauan Kembali masih eksis berlaku karena berkaitan dengan pemulihan atas putusan yang keliru dan hal tersebut telah sesuai serta tidak bertentangan dengan hukum Islam.

E.   Single Life
Menjadi orangtua tunggal bagi seorang perempuan kebanyakan adalah lebih merupakan pilihan nasib. Sama sekali tidak tepat dinyatakan sebagai trend (kecenderungan) hanya karena segelintir artis menjalaninya dengan terbuka. Hal ini bukan sesuatu yang patut dibanggakan karena menjadikan status orangtua tunggal sebagai kecenderungan dapat memberi pengaruh kurang baik bagi generasi muda. Lagi pula, bagaimana dapat dinyatakan sebagai suatu trend bila sebagian besar perempuan (biasa) yang mengalaminya mengambil keputusan tersebut lebih karena situasi-kondisi yang sering kali di luar kendali dan harapannya sehingga "memaksa" perempuan cepat mengambil keputusan yang dirasanya terbaik. Terbaik untuk saat itu, baginya dan anak(-anak)-nya, juga dalam menghadapi masa mendatang.
Bagaimana bisa disebut sebagai trend di dalam masyarakat yang masih menjunjung tinggi norma sosial (setidaknya di permukaan) jika kenyataannya adalah nasib yang harus dijalani perempuan kebanyakan karena pilihannya sudah sangat terbatas. Tak jarang nyawa adalah taruhannya.

Untuk lebih memahami pilihan perempuan menjadi orangtua tunggal, ada baiknya juga bila kita mengerti bahwa pilihan tersebut dapat dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu yang sama sekali tidak pernah menikah dan yang sempat/pernah menikah. Yang tidak pernah menikah dapat dibedakan menjadi yang memang ingin punya anak tanpa menikah, dan yang terpaksa tidak menikah karena ayah sang anak tidak mau bertanggung jawab. Sementara untuk yang bercerai terbagi atas yang masih menjalin hubungan baik dengan mantan suami sehingga anak tidak kehilangan figur ayah, dan yang benar-benar putus hubungan, tidak dipedulikan lagi oleh mantan suami.

Perbedaan dua kategori ini secara umum tidak terasa karena intinya adalah sama: perempuan menjadi orangtua tunggal. Namun, bila didalami sedikit banyak akan tampak bedanya.

Pada perempuan yang pernah menikah lalu bercerai, siap atau tidak, predikat janda dengan anak(-anak) akan disandangnya. Bila hubungan dengan mantan suami dan keluarganya baik, masalah figur ayah juga kebutuhan hidup sehari-hari bagi anak sedikit banyak teratasi. Kehadiran ayah bukan hanya secara fisik, masih dapat dirasakan anak dan lingkungan sekitar pun melihat kenyataan keberadaan sosok ayah sekalipun telah bercerai dari sang ibu tetapi tetap menjadi bagian dalam hidup anak. Namun, bila hubungan tersebut berantakan dan tanpa dukungan memadai dari pihak keluarga perempuan, maka sang anak pun harus siap ikut menanggung akibatnya.
Sama dengan situasi perempuan orangtua tunggal yang tidak menikah, anak-anak janda ini pun akan ditanyai keberadaan (bukan hanya fisik) ayahnya. Perbedaan antara yang menikah dan tidak salah satunya adalah kejelasan keberadaan ayah dan status hukum yang terkait dengan hal tersebut dalam akta kelahiran. Selain pertanyaan seperti, "Ayahmu pernah telepon tidak?" atau "Ayahmu pernah ngasih apa aja buat kamu?" Juga, "Lho, kenapa ayahmu tidak mau tinggal sama kamu lagi?" Jelaslah bagi anak dari perempuan orangtua tunggal, terlebih bila anak bersekolah di sekolah biasa dan bukan sekolah kurikulum internasional yang biasanya tidak mempermasalahkan hal ini, tekanan yang dihadapi anak tidak ringan. Selain secara pribadi ia menyaksikan anak-anak lain memiliki ayah-ibu yang tampak bersama-sama dalam acara-acara tertentu sekolah, dalam lingkungan sekolah dan pertemanannya pun ia akan ditanyai keberadaan ayahnya. Sekali-dua sosok ayah tidak hadir masih dapat dimaklumi, tetapi bila setiap kali hanya berdua dengan ibu, maka pertanyaan mengenai ayah tanpa sungkan akan diajukan.

Belum lagi bila teman-teman sebaya ribut membanggakan kelebihan ayah masing-masing. Figur ayah macam apa yang dapat ia banggakan? Sekadar foto-foto seorang pria, baik sendirian maupun bersama ibunya (ataupun juga dengan sang anak bila kedua orangtuanya sempat menikah), di masa entah kapan? Bagi seorang ibu, hal-hal yang menyangkut dan melukai perasaan anaknya sungguh terasa lebih menghunjam daripada gosip tetangga dan rekan kerja tentang dirinya.

Anak dari perempuan orangtua tunggal dapat tumbuh sehat jasmani dan rohani, moril dan materiil atas dukungan keluarga inti dan keluarga besar, juga lingkungan yang menerima, tetapi semua itu memerlukan proses yang tidak semenarik ilusi sulap.

Tulisan 8


Hubungan Interpersonal

Hubungan interpersonal merupakan suatu hubungan yang menyatakan ketertarikan positif dengan orang lain (Pychology Themes and Variations, Wayne Weiten). Ketertarikan itu bukan hanya ketertarikan kepada pasangan saja, namun juga kepada keluarga, teman, rekan kerja, dll. Kemarin sempat ada suatu diskusi yang cukup menarik bagi saya pribadi. Ketika kuliah, kami disuruh menulis tiga orang yang memiliki hubungan yang positif dengan kita. Salah satu teman saya menuliskan hubungannya dengan Tuhan.


A.   Model-model hubungan interpersonal
ü  Model Pertukaran Sosial
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu
transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Thibault dan Kelley, dua orang pemuka dari teori ini menyimpulkan model pertukaran sosial sebagai berikut:
“Asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya”.

ü  Model Peranan
Model peranan menganggap hubungan interpersonal sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang harus memerankan peranannya sesuai dengan naskah yang telah dibuat oleh masyarakat.
Hubungan interpersonal berkembang baik bila setiap individu bertidak sesuai dengan peranannya.

ü  Model interaksional
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem. Setiap sistem memiliki sifat-sifat strukural, integratif dan medan. Semua sistem terdiri dari subsistem-subsistem yang saling tergantung dan bertindak bersama sebagai suatu kesatuan. Selanjutnya, semua sistem mempunyai kecenderungan untuk memelihara dan mempertahankan kesatuan. Setiap hubungan interpersonal harus dilihat dari tujuan bersama, metode komunikasi, ekspektasi dan pelaksanaan peranan.  

B.   Memulai hubungan pembentukan kesan dan ketertarikan interpersonal dalam memulai hubungan
Dalam memulai sebuah hubungan dibutuhkan kedekatan, yang dimulai dari pembentukan kesan pertama saat bertemu, kemudian terjadi kontak mata dan interaksi, sehingga muncullah pembentukan sebuah perasaan.
Ada beberapa hal yang menyebabkan orang lain tertarik satu sama lainnya, antara lain :
ü  Ketertarikan secara fisik

Dalam menjalin suatu hubungan interpersonal, sadar atau tidak poin ini merupakan poin yang pertama. Bayangkan saja, apabila kita bertemu dengan seseorang, pasti yang menjadi penilaian pertama kali adalah penampilan fisik. Pengalaman yang saya peroleh juga menunjukan hal yang sama. Ketika saya memilih seorang pasangan, saya akan melihat apa dan bagaimana cara berpenampilannya, cara berbicara, cara menatap seseorang, cara bersikap, dll. Ketika point-point tersebut sudah cukup baik di mata saya, saya akan meresponnya. Tentunya dengan respon yang positif. Hal yang sama akan dilakukan ketika akan merekrut pegawai baru dalam suatu perusahaan misalnya. Tidak mungkin orang yang akan bekerja di perusahaan ternama akan diterima bekerja jika datang dengan pakaian yang robek-robek di sana sini. Atau mungkin dandan dengan make up yang sangat tebal seperti orang yang akan konser. Justru orang tersebut mungkin akan langsung di "black list" atau bahkan langsung diperkenankan keluar dari ruangan. Faktor ketertarikan secara fisik bukanlah satu-satunya faktor yang menyebabkan orang bisa tertarik satu sama lain. Namun salah satu faktor utama dan yang pertama ketika orang lain bisa tertarik satu sama lain.

ü  Adanya kesamaan
Pernahkah anda merasa tertarik dengan seseorang karena memiliki barang yang sama, sifat yang sama, style fashion yang sama, tujuan yang sama, ataupun pekerjaan yang sama? Entah dengan teman, pacar, ataupun rekan kerja? Jika pernah, berarti anda memiliki ketertarikan dengan orang tersebut karena adanya kesamaan. Saya memiliki cerita yang unik yang berkaitan dengan adanya kesamaan. Saya memiliki teman yang saat ini saya anggap sebagai saudara sendiri. Awalnya kami adalah teman biasa yang menjalani rutinitas seperti biasa. Jika bertemu kami hanya akan bertegur sapa saja tanpa meluangkan waktu untuk mengobrol. Suatu saat kami berada dalam kelompok yang sama dalam suatu mata kuliah. Sejak saat itu kami mulai banyak mengobrol dan berdiskusi. Dan dari situlah kami mengetahui bahwa kami memiliki minat yang sama dalam menjalankan suatu usaha. Dari situlah saya memiliki hubungan yang baik dengannya sehingga saya menganggnya saudara sendiri. Dari pengalaman yang saya peroleh menunjukan bahwa ketertarikan bisa saja muncul dari adanya kesamaan antar orang. 

ü  Efek timbal balik
Ketika seseorang memberikan respon positif kepada kita, maka kita akan akan membalas respon positif yang sama kepada orang tersebut. Itulah yang dinamakan efek timbal balik.Dale Carniegie (1936) suggested that people can gain others’ liking by showering them with praise and flattery (Pychology Themes and Variations, Wayne Weiten). Maksud dari Dale Carniegie adalah bahwa seseorang mampu mendapatkan hati orang lain atau dengan kata lain orang lain juga menyukai kita yaitu dengan memberikannya pujian dan sanjungan yang menunjukan bahwa kita menyukainya. Kita dapat melihat fenomena ini pada anak bayi. Ketika seorang pengasuh memberikan perhatian dan dapat memberikan kenyamanan pada si bayi, maka bayi tersebut akan memiliki kedekatang khusus dengan pengasuh bayi tersebut. Kebalikannya, jika pengasuh masa bodoh atau kurang peduli dengan si bayi, maka ada penolakan dari si bayi. Penolakan tersebut entah tidak mau didekati atau akan menangis jika diasuh oleh pengasuh tersebut. Contoh yang lain dapat saya kaiatkan dengan pengalaman pribadi saya. Saya akan menyukai seorang pria yang secara jantan menyatakan bahwa dia suka dengan saya. Dari situ ada ketertarikan yang secara intens yang saya tujukan kepadanya.

ü  Romantic ideals
Saat membahas mengenai sub bab ini, Bu Reta menjelaskan bahwa seseorang akan membuat suatu idealisasi mengenai pasangannya. Maksudnya adalah kita membuat suatu standar dari pasangan kita. Misalnya pacar saya suka memasak, namun rasanya tidak terlalu enak. Pikiran saya mengidealisasi kemampuan pacar saya tersebut, bahwa makanannya enak. Ketika nanti saya menikah, saya sudah memiliki suatu pemikiran bahwa pasangan saya memiliki cita rasa masakan yang enak, namun pada kenyataanya tidak seenak pemikiran. Tentunya penilaian kita yang awalnya 100 akan turun menjadi 70 misalnya. Itu akan mencegah suatu hubungan yang tidak langgeng. Karena kita memiliki suatu idealisasi mengenai pasangan kita. Jika penilaian kita turun, makan tidak akan terlalu jatuh drastis penurunannya.

C.   Intimasi dan hubungan pribadi
Sebagai konsekuensi adanya daya tarik menyebabkan interaksi sosial antar individu menjadi spesifik atau terjalin hubungan intim. Orang-orang tertentu menjadi istimewa buat kita, sedangkan orang lain tidak. Orang-orang tertentu menjadi sangat dekat dengan kita, dibandingkan orang lain. Adapun bentuk intim terdiri dari persaudaraan, persahabatan, dan percintaan. Lebih jauh mengenai bentuk-bentuk hubungan intim tersebut daoat dijelaskan pada bagian berikut :
1. Persaudaraan
Hubungan intik ini didasarkan pada hubungan darah. Hunungan intim interpersonal dalam persaudaraan terdapat hubungan inti ssperti dalam keluarga kecil. Pada persaudaraan itu didlamnya terkandung proximitas dan keakraban.

2. Persahabatan
Persahabatan biasanya terjadi pada dua individu yang didasarkan pada banyak persamaan. Utamanya persamaan usia. Hubungan dalam persahabatan tidak hanya sekedar teman, lebih dari itu diantara mereka terjalin interaksi yang sangat tinggi sehingga mempunyai kedekatan psikologis. Indikasi atau tanda-tanda bila dalam hubungan interpersonal terjadi persahabatan yaitu: sering bertemu, merasa bebas membuka diri, bebasmenyatakan emosi, dan saling tergantung diantara mereka.


3. Percintaan
Persabatan antar priab dan wanita bisa berubah mejadi cinta, jika dua individu itu merasa sebagai pasangan yang potensial seksual. Dalam suatu persahabatan, dapat melahirkan satu proses yang namanya jatuh cinta. Hal ini terjadi karena ada dua perbedaan mendasar antara persahabatan dan cinta.


D.   Intimasi dan pertumbuhan  
Menjelaskan intimacy & pertumbuhan Sullivan (Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian seseorang untuk mengekspresikan akan kebutuhannya terhadap orang lain. Kemudian, Steinberg (1993) berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama. 

Factor-factor yang menumbuhkan hubungan interpersonal uang baik berhubungan dengan orang lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan. factor kedua yang menumbuhkan sikap percaya pada diri orang lain.Kejujuran, factor ketiga yang menumbuhkan sikap percaya.sikap yang mengurangi sikap defensive dalam komunikasi amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Teori-teori tentang efek komunikasi yang oleh para pakar komunikasi tahun 1970-an dinamakan pula hypodermic needle theory, teori ini mengasumsikan bahwa media memiliki kekuatan yang sangat perkasa dan komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa. Teori peluru yang dikemukakan Wilbur Schramm pada tahun 1950-an ini kemudian dicabut pada tahun 1970-an dan meminta kepada para pendukungnya yang menganggap teori ini tidak ada. Sebab khalayak yang menjadi sasaran media ini ternyata tidak pasif. Kemudian muncul teori model atau model efek terbatas, Hovland mengatakan bahwa pesan komunikan efectif dalam menyebarkan informasi, bukan dalam mengubah perilaku. Penelitian Cooper dan Jahoda pun menunjukan bahwa persepsi selektif dapat mengurangi efektifitas sebuah pesan




Tulisan 7


Penyesuaian diri dan pertumbuhan

A.   Pengertian dan konsep penyesuaian diri
Pengertian Penyesuaian Diri - Sebelum penulis memaparkan tentang penyesuaian sosial, terlebih dahulu akan disajikan pengertian mengenai penyesuaian diri, sebagai landasan dalam membahas penyesuaian sosial. Dalam istilah psikologi, penyesuaian disebut dengan istilah adjusment. Adjustment merupakan suatu hubungan yang harmonis dengan lingkungan fisik dan sosial (Chaplin, 2000: 11). Penyesuaian diri merupakan kemampuan untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustrasi dan kemampuan untuk mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat.
Menurut Schneiders (1964), pengertian penyesuaian diri dapat ditiinjau dari tiga sudut pandang, yaitu:
ü  Penyesuaian sebagai adaptasi
Menurut pandangan ini, penyesuaian diri cenderung diartikan sebagai usaha mempertahankan diri secara fisik, bukan penyesuaian dalam arti psikologis, sehingga ada kompleksitas kepribadian individu dengan lingkungan yang terabaikan.

ü  Penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas
Penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup konformitas terhadap suatu norma. Pengertian ini menyiratkan bahwa individu seakan-akan mendapat tekanan kuat untuk harus selalu mampu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baik secara moral, sosial maupun emosional. Menurut sudut pandang ini, individu selalu diarahkan kepada tuntutan konformitas dan diri individu akan terancam tertolak jika perilaku individu tidak sesuai dengan norma yang berlaku.

ü  Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan
Penyesuaian diri dipandang sebagai kemampuan untuk merencakan dan mengorganisasikan respons dalam cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik, kesulitan dan frustasi tidak terjadi, dengan kata lain penyesuaian diri diartikan sebagai kemampuan penguasaan dalam mengembangkan diri sehingga dorongan emosi dan kebiasaan menjadi terkendali dan terarah.
Berdasarkan tiga sudut pandang tentang penyesuaian diri yang disebut diatas, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri dapat diartikan sebagai suatu proses yang mencakup suatu respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dari dunia luar atau lingkungan tempat individu berada (Ali & Asrori, 2004).
Selain itu, Schneiders (1964: 52) mengemukakan penyesuaian diri bersifat relatif, hal tersebut dikarenakan beberapa hal berikut: 
Penyesuaian diri merupakan kemampuan individu untuk mengubah atau memenuhi banyaknya tuntutan yang ada pada dirinya. Kemampuan ini dapat berbeda-beda pada masing-masing individu sesuai dengan kepribadian dan tahap perkembangannya.
Kualitas penyesuaian diri yang dapat berubah-ubah sesuai dengan situasi masyarakat dan kebudayaan tempat penyesuaian diri dilakukan. 
Adanya perbedaan dari masing-masing individu karena pada dasarnya setiap individu memiliki saat-saat yang baik dan buruk dalam melakukan penyesuaian diri, tidak terkecuali bagi individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik (well adjustment) karena terkadang ia pun dapat mengalami situasi yang tidak dapat dihadapi atau diselesaikannya.


B.   Pertumbuhan personal
1.      Penekanan pertumbuhan diri
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dariproses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal padaanak yang sehat pada waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga diartikansebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaanjasmaniah) yang herediter dalam bentuk proses aktif secaraberkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatifyang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis.
Secara umum konsep perkembangan dikemukakan oleh Werner (1957)bahwa perkembangan berjalan dengan prinsip orthogenetis, perkembangan berlangsung dari keadaan global dan kurang berdiferensiasi sampai keadaan di mana diferensiasi, artikulasi, dan integrasi meningkat secara bertahap. Proses diferensiasi diartikan sebagai prinsip totalitas pada diri anak. Dari penghayatan totalitas itu lambat laun bagian-bagiannya akan menjadi semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan.

2.      Variasi dalam pertumbuhan
Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya.

3.      Kondisi untuk bertumbuh
Kondisi jasmaniah seperti pembawa dan strukrur atau konstitusi fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembanganya secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa terdapat kolerasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe tempramen (Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong ekstomorf yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan diri, segan dalam aktivitas sosial, dan pemilu. Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. Beberapa penelitian menunjukan bahwa gangguan dalam sisitem saraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku, dan kepribadian. Dengan demikian, kondisi sistem tubuh yang baik merupakan syaraf bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik.
Disamping itu, kesehatan dan penyakit jasmaniah juga berhubungan dengan penyesuaian diri, kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Ini berarti bahwa gangguan penyakit jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan mengganggu proses penyesuaian dirinya.

Chaplin,J.P. (a.b. Kartini Kartono). (2001).  Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Pers.