Kamis, 21 Maret 2013

Tulisan 3


Penyesuaian diri

Penyesuaian diri atau sering disebut juga dengan adaptasi, ialah suatu proses membiasakan diri dalam keadaan tertentu, menyangkut dengan kesehatan mental, penyesuaian diri tidak selalu berjalan baik, banyak orang yang tidak dapat menyesuaikan dirinya dengan keadaan, sehingga dapat menyebabkan kesehatannya terganggu.

Schneiders (1964: 51) mengungkapkan bahwa individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik (well adjustment person) adalah mereka dengan segala keterbatasannya, kemampuannya serta kepribadiannya telah belajar untuk bereaksi terhadap diri sendiri dan lingkungannya dengan cara efisien, matang, bermanfaat, dan memuaskan. Efisien artinya bahwa apa yang dilakukan individu tersebut dapat memberikan hasil yang sesuai dengan yang diinginkan tanpa banyak mengeluarkan energi, tidak membuang waktu banyak, dan sedikit melakukan kesalahan. Matang artinya bahwa individu tersebut dapat memulai dengan melihat dan menilai situasi dengan kritis sebelum bereaksi. Bermanfaat artinya bahwa apa yang dilakukan individu tersebut bertujuan untuk kemanusiaan, berguna dalam lingkungan sosial, dan yang berhubungan dengan Tuhan. Selanjutnya, memuaskan artinya bahwa apa yang dilakukan individu tersebut dapat menimbulkan perasaan puas pada dirinya dan membawa dampak yang baik pada dirinya dalam bereaksi selanjutnya. Mereka juga dapat menyelesaikan konflik-konflik mental, frustasi dan kesulitan-kesulitan dalam diri maupun kesulitan yang berhubungan dengan lingkungan sosialnya serta tidak menunjukkan perilaku yang memperlihatkan gejala menyimpang. 

Bentuk-bentuk Penyesuaian Diri
Menurut Sunarto dan Hartono (1995) Penyesuaian diri positif ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:
Tidak adanya ketegangan emosional.
Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis.
Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi.
Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri.
Mampu dalam belajar.
Menghargai pengalaman.
Bersikap realistik dan objektif.

Dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukannya dalam berbagai bentuk, antara lain:
  • ·         Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung.

Individu secara langsung menghadapi masalah dengan segala akibatnya. Misalnya seorang siswa yang terlambat dalam menyerahkan tugas karena sakit, maka ia menghadapinya secara langsung, ia mengemukakan segala masalahnya kepada guru.
  • ·         Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan).

Individu mencari bahan pengalaman untuk dapat menghadapi dan memecahkan masalahnya. Misal seorang siswa yang merasa kurang mampu dalam mengerjakan tugas, ia akan mencari bahan dalam upaya menyelesaikan tugas tersebut, dengan membaca buku, konsultasi, diskusi, dan sebagainya.
  • ·         Penyesuaian dengan trial and error atau coba-coba.

Individu melakukan suatu tindakan coba-coba, jika menguntungkan diteruskan dan jika gagal tidak diteruskan.

Schneiders (1964: 429) mengungkapkan setiap individu memiliki pola penyesuaian yang khas terhadap setiap situasi dan kondisi serta lingkungan yang dihadapinya.
Empat variasi penyesuaian diri yang lebih penting dan krusial dalam kehidupan seorang manusia yaitu: 
Penyesuaian dengan dirinya sendiri (Personal Adjustment)
Penyesuaian sosial (Social Adjustment) 
Penyesuaian diri dengan pernikahan (Marital Adjustment) 
Penyesuaian diri dengan pekerjaan (Vocational Adjustment).

Sumber:
Kartono, K. (2000). Hygiene mental. Bandung: Mandar Maju
Chaplin,J.P. (a.b. Kartini Kartono). (2001).  Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Pers.
Schneiders, A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York: Rinehart & Winston. Pertumbuhan personal

Tulisan 2


Teori Kepribadian Sehat

Psikoanalisa

Salah satunya tokoh psikoanalisis adalah Sigmund Freud (1856 – 1939). Nama asli Freud adalah Sigismund Scholomo. Namun sejak menjadi mahasiswa Freud tidak mau menggunakan nama itu karena kata Sigismund adalah bentukan kata Sigmund. Freud lahir pada 6 Mei 1856 di Freiberg, Moravia. Saat itu Moravia merupakan bagian dari kekaisaran Austria-Hongaria (sekarang Cekoslowakia). Pada usia empat tahun Freud dibawa hijrah ke Wina, Austria (Berry, 2001:3). Kedatangan Freud berbarengan dengan ramainya teori The Origin of Species karya Charles Darwin (Hall, 2000:1).


Psikoanalisis bermula dari keraguan Freud terhadap kedokteran. Pada saat itu kedokteran dipercaya bisa menyembuhkan semua penyakit, termasuk histeria yang sangat menggejala di Wina (Freud, terj.,1991:4). Pengaruh Jean-Martin Charcot, neurolog Prancis, yang menunjukkan adanya faktor psikis yang menyebabkan histeria mendukung pula keraguan Freud pada kedokteran (Berry, 2001:15). Sejak itu Freud dan doktor Josef Breuer menyelidiki penyebab histeria. Pasien yang menjadi subjek penyelidikannya adalah Anna O. Selama penyelidikan, Freud melihat ketidakruntutan keterangan yang disampaikan oleh Anna O. Seperti ada yang terbelah dari kepribadian Anna O. Penyelidikan-penyelidikan itu yang membawa Freud pada kesimpulan struktur psikis manusia: id, ego, superego dan ketidaksadaran, prasadar, dan kesadaran.

Freud menjadikan prinsip ini untuk menjelaskan segala yang terjadi pada manusia, antara lain mimpi. Menurut Freud, mimpi adalah bentuk penyaluran dorongan yang tidak disadari. Dalam keadaan sadar orang sering merepresi keinginan-keinginannya. Karena tidak bisa tersalurkan pada keadaan sadar, maka keinginan itu mengaktualisasikan diri pada saat tidur, ketika kontrol ego lemah.

Dalam pandangan Freud, semua perilaku manusia baik yang nampak (gerakan otot) maupun yang tersembunyi (pikiran) adalah disebabkan oleh peristiwa mental sebelumnya. Terdapat peristiwa mental yang kita sadari dan tidak kita sadari namun bisa kita akses(preconscious) dan ada yang sulit kita bawa ke alam tidak sadar (unconscious). Di alam tidak sadar inilah tinggal dua struktur mental yang ibarat gunung es dari kepribadian kita, yaitu:
Id, adalah berisi energi psikis, yang hanya memikirkan kesenangan semata
Superego, adalah berisi kaidah moral dan nilai-nilai sosial yang diserap individu dari lingkungannya.
Ego, adalah pengawas realitas.

Sebagai contoh adalah berikut ini: Anda adalah seorang bendahara yang diserahi mengelola uang sebesar 1 miliar Rupiah tunai. Id mengatakan pada Anda: “Pakai saja uang itu sebagian, toh tak ada yang tahu!”. Sedangkan ego berkata:”Cek dulu, jangan-jangan nanti ada yang tahu!”. Sementara superego menegur:”Jangan lakukan!”.

Pada masa kanak-kanak kira dikendalikan sepenuhnya oleh id, dan pada tahap ini oleh Freud disebut sebagai primary process thinking. Anak-anak akan mencari pengganti jika tidak menemukan yang dapat memuaskan kebutuhannya (bayi akan mengisap jempolnya jika tidak mendapat dot misalnya).
Sedangkan ego akan lebih berkembang pada masa kanak-kanak yang lebih tua dan pada orang dewasa. Di sini disebut sebagai tahap secondary process thinking. Manusia sudah dapat menangguhkan pemuasan keinginannya (sikap untuk memilih tidak jajan demi ingin menabung misalnya). Walau begitu kadangkala pada orang dewasa muncul sikap seperti primary process thnking, yaitu mencari pengganti pemuas keinginan (menendang tong sampah karena merasa jengkel akibat dimarahi bos di kantor misalnya).

Proses pertama adalah apa yang dinamakan EQ (emotional quotient), sedangkan proses kedua adalah IQ (intelligence quotient) dan proses ketiga adalah SQ (spiritual quotient).

Behavioristik dan 3 Mazhab besar Psikologi

Teori Behaviorstik adalah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berlin tentang perubahan perilaku sebagai hasil dari penglaman.
Aliran behaviorisme memperlakukan manusia sebagai mesin , yaitu didalam suatu sistem kompleks yang bertingkah lakumenurut cara-cara yang sesuai dengan hukum. Dalam pandangan kaum behavioris,individu digambarkan sesuai sesuatu orgame yang bersifat baik, teratur dan ditentukan sebelumnya, dengan banyak spontanitas, kegembiraan hidup, beraktivitas, seperti alat pengatur panas.

Kepribadian sehat behavioristik:
manusia adalah makhluk perespon; lingkungan mengontrol perilaku.
Manusia tidak memiliki sikap diri sendiri
Mementingkan faktor lingkungan
Menekankan pada faktor bagian
Menekankan pada tingkah laku yang Nampak dengan mempergunakan metode obyektif
Sifat mekanis mementingkan masa lalu

Manusia diperlukan sebagai mesin, layaknya alat pengatur panas yang mengatur semuanya. Aliran ini menganggap manusia memberikan respon positif yang berasal dari luar. Dalam aliran ini manusia dianggap tidak memiliki sikap diri sendri.
Jadi manusia dilihat oleh para behavioris sebagai orang-orang yang memberikan respons secara pasif terhadap stimulus-stimulus dari luar dan manusia dianggap tidak memiliki diri sendiri.

Behaviourisme
Aliran ini sering dikatkan sebagai aliran ilmu jiwa namun tidak peduli pada jiwa. Pada akhir abad ke-19, Ivan Petrovic Pavlov memulai eksperimen psikologi yang mencapai puncaknya pada tahun 1940 – 1950-an. Di sini psikologi didefinisikan sebagai sains dan sementara sains hanya berhubungan dengan sesuatu yang dapat dilihat dan diamati saja. Sedangkan ‘jiwa’ tidak bisa diamati, maka tidak digolongkan ke dalam psikologi.

Aliran ini memandang manusia sebagai mesin (homo mechanicus) yang dapat dikendalikan perilakunya melalui suatu pelaziman (conditioning). Sikap yang diinginkan dilatih terus-menerus sehingga menimbulkan maladaptive behaviour atau perilaku menyimpang. Salah satu contoh adalah ketika Pavlov melakukan eksperimen terhadap seekor anjing. Di depan anjing eksperimennya yang lapar, Pavlov menyalakan lampu. Anjing tersebut tidak mengeluarkan air liurnya. Kemudian sepotong daging ditaruh dihadapannya dan anjing tersebut terbit air liurnya. Selanjutnya begitu terus setiap kali lampu dinyalakan maka daging disajikan. Begitu hingga beberapa kali percobaan, sehingga setiap kali lampu dinyalakan maka anjing tersebut terbit air liurnya meski daging tidak disajikan. Dalam hal ini air liur anjing menjadi conditioned response dan cahaya lampu menjadi conditioned stimulus.

Percobaan yang hampir sama dilakukan terhadap seorang anak berumur 11 bulan dengan seekor tikus putih. Setiap kali si anak akan memegang tikus putih maka dipukullah sebatang besi dengan sangat keras sehingga membuat si anak kaget. Begitu percobaan ini diulang terus menerus sehingga pada taraf tertentu maka si anak akan menangis begitu hanya melihat tikus putih tersebut. Bahkan setelah itu dia menjadi takut dengan segala sesuatu yang berbulu: kelinci, anjing, baju berbulu dan topeng Sinterklas.
Ini yang dinamakan pelaziman dan untuk mengobatinya kita bisa melakukan apa yang disebut sebagai kontrapelaziman (counterconditioning).

Psikologi Humanistis

Tokoh-tokohseperti Carl Jung, Alfred Adler, Gordon Allport dan Carl Rogers disebut tokoh-tokoh awal Mazhab ketiga, yang membantu memecahkan masalah kejiwaan, merka mempunyai pengaruh besar dalam teori professional.

Aliran ini muncul akibat reaksi atas aliran behaviourisme dan psikoanalisis. Kedua aliran ini dianggap merendahkan manusia menjadi sekelas mesin atau makhluk yang rendah. Aliran ini biasa disebut mazhab ketiga setelah Psikoanalisa dan Behaviorisme.

Salah satu tokoh dari aliran ini – Abraham Maslow – mengkritik Freud dengan mengatakan bahwa Freud hanya meneliti mengapa setengah jiwa itu sakit, bukannya meneliti mengapa setengah jiwa yang lainnya bisa tetap sehat.

Salah satu bagian dari humanistic adalah logoterapi. Adalah Viktor Frankl yang mengembangkan teknik psikoterapi yang disebut sebagai logotherapy (logos = makna). Pandangan ini berprinsip:
Hidup memiliki makna, bahkan dalam situasi yang paling menyedihkan sekalipun.
Tujuan hidup kita yang utama adalah mencari makna dari kehidupan kita itu sendiri.
Kita memiliki kebebasan untuk memaknai apa yang kita lakukan dan apa yang kita alami bahkan dalam menghadapi kesengsaraan sekalipun.

Frankl mengembangkan teknik ini berdasarkan pengalamannya lolos dari kamp konsentrasi Nazi pada masa Perang Dunia II, di mana dia mengalami dan menyaksikan penyiksaan-penyiksaan di kamp tersebut. Dia menyaksikan dua hal yang berbeda, yaitu para tahanan yang putus asa dan para tahanan yang memiliki kesabaran luar biasa serta daya hidup yang perkasa. Frankl menyebut hal ini sebagai kebebasan seseorang memberi makna pada hidupnya.

Logoterapi ini sangat erat kaitannya dengan SQ, yang bisa kita kelompokkan berdasarkan situasi-situasi berikut ini:
a.  Ketika seseorang menemukan dirinya (self-discovery). Sa’di (seorang penyair besar dari Iran) menggerutu karena kehilangan sepasang sepatunya di sebuah masjid di Damaskus. Namun di tengah kejengkelannya itu ia melihat bahwa ada seorang penceramah yang berbicara dengan senyum gembira. Kemudian tampaklah olehnya bahwa penceramah tersebut tidak memiliki sepasang kaki. Maka tiba-tiba ia disadarkan, bahwa mengapa ia sedih kehilangan sepatunya sementara ada orang yang masih bisa tersenyum walau kehilangan kedua kakinya.
b.  Makna muncul ketika seseorang menentukan pilihan. Hidup menjadi tanpa makna ketika seseorang tak dapat memilih. Sebagai contoh: seseorang yang mendapatkan tawaran kerja bagus, dengan gaji besar dan kedudukan tinggi, namun ia harus pindah dari Yogyakarta menuju Singapura. Di satu sisi ia mendapatkan kelimpahan materi namun di sisi lainnya ia kehilangan waktu untuk berkumpul dengan anak-anak dan istrinya. Dia menginginkan pekerjaan itu namun sekaligus punya waktu untuk keluarganya. Hingga akhirnya dia putuskan untuk mundur dari pekerjaan itu dan memilih memiliki waktu luang bersama keluarganya. Pada saat itulah ia merasakan kembali makna hidupnya.
c.  Ketika seseorang merasa istimewa, unik dan tak tergantikan. Misalnya: seorang rakyat jelata tiba-tiba dikunjungi oleh presiden langsung di rumahnya. Ia merasakan suatu makna yang luar biasa dalam kehidupannya dan tak akan tergantikan oleh apapun. Demikian juga ketika kita menemukan seseorang yang mampu mendengarkan kita dengan penuh perhatian, dengan begitu hidup kita menjadi bermakna.
d. Ketika kita dihadapkan pada sikap bertanggung jawab. Seperti contoh di atas, seorang bendahara yang diserahi pengelolaan uang tunai dalam jumlah sangat besar dan berhasil menolak keinginannya sendiri untuk memakai sebagian uang itu untuk memuaskan keinginannya semata. Pada saat itu si bendahara mengalami makna yang luar biasa dalam hidupnya.
e.  Ketika kita mengalami situasi transendensi (pengalaman yang membawa kita ke luar dunia fisik, ke luar suka dan duka kita, ke luar dari diri kita sekarang). Transendensi adalah pengalaman spiritual yang memberi makna pada kehidupan kita.

Sumber:
Schultz, Duane. 1991. Psikologi Pertumbuhan Model-model Kepribadian Sehat. Yogyakarta : Kansius
Sarwono, Sarlito W. (2010). Pengantar psikologi umum. Jakarta:Rajawali Pers.
Puspitawati, I. Dwi Riyanti, Hendro Prabowo.(1996). Seri Diktat Kuliah Psikologi Umum I. Jakarta. Gunadarma.
Riyanti, Dwi B.P., Prabowo, Hendro. (1998). Seri diktat kuliah psikologi umum 2. Depok: Universitas Gunadarma.
Freist, J & Freist, Gregory (1998), Theories of Personality, Amerika : Mc Graw Hill.


Rabu, 20 Maret 2013

Tulisan 1


Konsep Sehat

Sehat memiliki banyak arti dari berbagai pendapat. Menurut saya sehat dapat diartikan sebagai keadaan tubuh yang dapat digunakan dengan normal, yang terbebas dari segala macam penyakit, baik jasmani maupun rohani. Orang yang kekurangan fisik atau cacat dapat dikatakan sehat, karena tidak sedikit orang yang cacat atau kekurangan secara fisik, namun memiliki rohani yang sehat, karena mereka masih mau berusaha, dan tidak sedikit pula orang yang secara fisiknya atau jasmaniahnya sehat, tapi malas untuk berusaha.

Pengertian sehat menurut UU pokok kesehatan No. 9 tahun 1960, Bab I Pasal 2 adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan (jasmani), rohani (mental) dan sosial, serta bukan hanya keadaan bebasdari penyakit, cacat dan kelemahan.

Undang-undang No. 23 Tahun 1992, kesehatan mencakup 4 aspek, yaitu: fisik (badan), mental (jiwa), sosial dan ekonomi. Kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental, sosial, dan produktivitas yang mempunyai arti pekerjaan atau menghasilkan sesuatu secara ekonomi.

Beberapa ahli teori mengemukakan bahwa secara psikologis manusia tidak dapat menjadi sehat tanpa melibatkan diri dalam bentuk pekerjaan. Orang-orang sehat secara sadar mampu mengatur tingkah laku merekadan bertanggung jawab terhadap nasib mereka sendiri. Ahli-ahli teori ini juga sependapat bahwa orang-orang sehat secara psikologis mengetahui diri mereka siapadan apa.

Sumber:
http://afand.abatasa.com/post/detail/2456/pengertian-sehat
Schultz, Duane. 1997. Psikologi Pertumbuhan Model-model Keribadian Sehat. Yogyakarta : Kansius


Sejarah perkembangan kesehatan mental

Sejarah perkembangan kesehatan mental selum dikatakan maju secara mental,nenek moyang homo sapiens sama halnya dengan homo sapiens yang mengalami gangguan-gangguan mental. Mereka dan keturunan mereka sangat takut dengan predator, mereka mengalami kecelakaan dan demam yang merusak mental dan merusak mental orang lain. mereka berusaha mengatasi masalah kesehatan mental. Sejarah yang tercatat melaporkan berebagaimacam interpretasi mengenai penyakit mental dancara-cara mengurangi atau mengahilangkannya.

Pada zaman prasejarah manusia purba sering menngalami penyakit mental, namun mereka selalu berusaha menguranginya. Mereka berpikir penyakit itu disebabkan karena roh-roh jahat, hailintar atau mantra-mantra musuh. Dalam setiap masyarakat beberapa dukun berpaling kebidang-bidang yang semakin luas, dan agama menjadi lembaga sosial yang penting. Dokterr-dokter sering kali disebut imam-imam.

Peradaban-peradaban awal yang kita kenal dengan Mesopotamia, Mesir, Yahudi, Cina, India, dan Amerika, imam-imam dan tukang sihir merawat orang-orang yang sakit mental.

Tahun 1692 mendapatkan suatu pengruh para imigran dari Eropa yang bernama Nasrani di Amerika yang mengalami gangguan mental dianggap sebagai pengaruh sihir. Sehingga orang-orang takut kepada orang yang memiliki kekuatan sihir.

Pada tahun 1724 pendeta cotton mather (1663-1728) memajukan penjelasan secara fisik, bahwa penyakit mental terjadi karena sakit pada jiwa itu sendiri.

Benjamin Rush (1745-1813) pada tahun 1812 menjalani salah satu yang mengalami masalah penanganan secara mental. Antara tahun 1830-1860 di Inggris menangani pasien sakit jiwa. Pada masa ini rumah sakit jiwa merupakan hal ilmiah untuk menyembuhkan kegilaan.

Sumber:
Yustinus semium. OFM. 2006. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Kansius
Siswanto.S.Psi. 2007. Kesehatan Mental,Konsep,Cakupan dan Perkembangan. Yogyakarta: Andi.


Pendekatan kesehatan mental

v  Orientasi klasik
Seseorang dianggap sehat bila ia tidak mempunyai kelakuan yang berlebihan, seperti keteganggan, rasa lelah, cemas, rendah diri atau perasaan tidak berguna, yang semuanya menyebabkan perasaan sakit, serta mengganggu efisiensi kegiatan sehari-hari. Aktivitas ini sering dianut dilingkungan kedokteran.

v  Orientasi penyesuaian diri
Orang dianggap sehat secara psikologis bila ia mampu mangembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan orang-orang lain serta lingkungan sekitarnya, serta dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekitanya.

v  Orientasi pengembangan potensi
Seseorang dikatakan mencapai taraf kesehatan jiwa,bila ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensinya menuju kedewasaan, ia bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri. Dalam psiko-terapi (Perawatan Jiwa) ternyata yang menjadi pengendali utama dalam setiap tindakan dan perbuatan seseorang bukanlahakal pikiran saja, tetapi yang lebih penting dan sangat menentukan adalah perasaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan kesehatan mental adalah mencegah timbulnya gangguan mental dan gangguan emosi, mengurangi atau menyembuhkan penyakit jiwa dan memajukan jiwa.
Hubungan sosial dapat mewujudkan tercapainya tujuan masyarakat membawa kepada tercapainya tujuan-tujuan perseorang sekaligus. Kita tidak dapat menganggap bahwa kesehatan mental hanya sekedar usaha untuk mencari kebahagiaan masyarakat.

Sumber:
http://idb4.wikispaces.com/file/view/uf4018.2.pdf